Oleh: Abdul
Rohim (Pringsewu)
Ketidakharmonisan
dalam keluarga sering kita saksikan dalam fenomena kehidupan masyarakat. Seorang
kakak berseteru dengan adiknya dengan tidak saling tegur dan sapa, seorang anak
menjauhi orang tuanya, suami istri sering terlibat percekcokan yang tak kunjung
berakhir. Penyebab timbulnya bermacam-macam seperti karena masalah harta
warisan, perbedaan pandangan baik dalam bidang agama, madzhab, ekonomi, politik
dan lain sebagainya.
Ketidak
harmonisan dalam keluarga berdampak pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara
karena keluarga merupakan institusi kecil dalam bangunan tersebut. Ketika rapuh
bangunan terkecil tersebut maka sebuah
negara akan begitu mudah diruntuhkan.
Itulah
kenapa, Islam begitu memperhatikan tentang kehidupan keluarga ini. Bahkan Nabi
mengisyaratkan agar menjadikan keluarga sebagai surga bagi penghuninya. Baitii jannatii (rumahku adalah surgaku)
begitulah jawaban nabi ketika ditanya para sahabat perihal keluarganya.
Bukankah surga merupakan simbol kenyamanan yang didambakan setiap orang?
Bukankah surga adalah sebaik-baiknya tempat kembali?.
Kenyamanan
tidak akan diperoleh bila dalam keluarga tersebut tidak ada keharmonisan. Indikator
disharmoni ini adalah saling cekcok, saling membenci, saling mendiamkan, saling
mencurigai dan lain sebagainya.
Simbol
yang cocok bagi keluarga yang tidak harmonis ini, keluarga ibarat neraka bagi
kehidupan nya. Dirumah selalu ada bara api yang siap menghanguskannya sehingga
mereka merasa tidak aman dan nyaman. Implikasi nya, mereka menjauhi rumah
tersebut dan mencari tempat yang membuatnya bisa untuk berteduh.
Silaturrohmi Pada Momentum Syawal
Fenomena
disharmonisasi keluarga ini, jangan dibiarkan berlarut-larut sehingga mencapai
titik kulminasi yang tidak diharapkan
yaitu disintegrasi (perpecahan)
keluarga. Perlu dirajut kembali benang-benang yang sudah hampir bercerai
berai tersebut. Cara merajutnya adalah dengan silaturrohmi ( menjalin hubungan
kasih sayang ) yaitu saling mengunjungi dan bermaaf-maafan.
Yang
paling cocok merajut silaturrohmi adalah pada momentum syawal ini, Selain telah
menjadi sebuah budaya dalam masyarakat kita, pun agama sangat menganjurkannya. Bukankah
untuk kembali kepada kesucian ibarat bayi yang baru lahir, kita perlu meminta
maaf terhadap dosa yang berhubungan dengan haqun
adamiyun ? Namun, perlu dipahami bahwa bukan berarti hanya pada momentum
syawal saja silaturrohmi ini dilakukan, karena silaturrohmi tidak dibatasi
ruang dan waktu.
Silaturrohmi
merupakan anjuran yang berkorelasi dengan keimanan seseorang. Bila terjadi
ketidakharmonisan dalam keluarga, maka seorang mukmin dianjurkan untuk
secepatnya merajut kembali hubungan tersebut. sebagaimana sabda nabi Muhammad
SAW “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menyambung keluarga
(silaturahmi).” (HR. Bukhari)
Bahkan, lebih jauh ditegaskan
dalam Al-qur’an bahwa ketidakharmonisan dalam keluarga yaitu dengan memutuskan hubungan
kekeluargaan adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah swt, ditulikan telinga
dan dibutakan penglihatan mereka (QS. Muhammad; 22-23), selain itu, ditempatkan
oleh Allah swt pada seburuk-buruknya tempat (Su’uddzar) yaitu neraka Jahanam (QS.Arra’d : 25).
Silaturrohmi
membawa rahmat
Kenapa bisa demikian? Karena
banyak hikmah yang terkandung didalamnya. Dengan silaturrahmi akan timbul
kedekatan, keakraban, saling mengerti dan memahami, bahu membahu dan sebagainya
sehingga proses kehidupan akan berjalan dengan baik, dipenuhi dengan
ketentraman dalam menjalaninya.
Selain itu, rezeki pun akan
mudah didapatkan karena ada komunikasi yang baik dan jaringan luas yang telah dibangun.
Karenanya, dalam sebuah hadis nabi salah satu manfaat silaturrohmi adalah
diperluas rezekinya. Lebih lanjut nabi menyatakan,“Sesungguhnya Rahmat itu tidak
diturunkan kepada kaum yang di dalamnya ada seorang pemutus keluarga.“(HR. Bukhari) .
Dari sini, bisa dipahami bahwa
ada korelasi negatif bila kita
memutuskan silaturrohmi. Ketika kita menjauhi orang lain, bagaimana mungkin
rahmat Allah swt itu akan mendekat?.
Kita bisa belajar dari kisah
nabi Nuh AS,
bagaimana anaknya Qan’aan ditenggelamkan oleh Allah swt dalam air bah yang
mengerikan. Ketika nabi Nuh berusaha ingin menjalin silaturrohmi dengan
memanggil anaknya untuk naik ke perahu nya, Qan’aan menolak. Penolakan ini
merupakan bentuk pemutus hubungan kekeluargaan. Karenanya, Qan’aan
ditenggelamkan dalam air bah tersebut dengan membawa kekafiran dan kesombongan
nya.
Semakin jelas bagi kita, bahwa
memutuskan silaturrohmi tidaklah ada manfaat nya sama sekali, bahkan mendatangkan
azab dari Allah swt.
Bila kita menginginkan rahmat
Allah swt datang kepada kita, jangan sekali-kali kita memutuskan hubungan
kekeluargaan. Kita pun tidak boleh malu untuk lebih dahulu bersilaturrohmi
kepada keluarga kita. Mengunjunginya dan meminta maaf lebih dahulu. Itulah yang
dicontohkan nabi, walaupun beliau disakiti, namun beliaulah pertama kali yang
mengunjunginya ketika yang menyakitinya tersebut dalam keadaan sakit.
Alhasil, seandainya
silaturrohmi ini telah mendarah daging dalam kehidupan keluarga kita, maka
keluarga kita akan menjadi keluarga yang harmonis yaitu keluarga yang dipenuhi
kasih sayang, saling mengerti dan memahami hak dan kewajiban, saling
menghormati dan menghargai sehingga kedamaian dalam keluarga pun tercipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar