Minggu, 21 Juli 2013

Sudah Kepala Tiga Neh, Apa Yang Harus Saya Lakukan?



By : abdul rohim
Tgl. 23/6/2013

Ketika hadir tanggal dan bulan yang sama dihari kelahiran, kita menyebutnya sebagai ulang tahun. Banyak cara dalam masyarakat kita dalam merayakannya. Ada yang tiup lilin, potong tumpeng,  memberikan makanan ke tetangga, memberikan kado dan lain sebagai nya. Tapi ada juga masyarakat yang tidak begitu memperdulikan nya, menganggap masa bodoh terhadap apa yang terjadi dengan putaran waktu tersebut. Sebagian orang-orang tua jaman dulu bahkan tidak tau berapa tanggal dan bulan kelahirannya.

Bagi sebagian orang memang mengganggap penting perayaan ulang tahun itu. Bisa dikatakan juga bahwa indikator mencintai dan menyayangi itu diantaranya selalu ingat tanggal lahirnya. Kalau tidak percaya, coba saja tanyakan pada remaja kita. Mereka begitu hafal diluar kepala tanggal lahir ‘pacar’ nya ataupun hari jadi saling mencintai nya.


Yang lucu bagi saya, pengalaman ketika dulu mengajar di sekolah, bentuk kasih sayang seorang teman kepada teman lainnya yaitu bila ada temannya yang ulang tahun, setelah bunyi bel sekolah pulang, mereka menyiram temannya yang ulang tahun itu dengan air dicampur dengan pewarna baju. Otomatis, dia pulang dalam keadaan basah kuyup dan baju kotor. 

Entah darimana mulainya budaya tersebut, tapi sepertinya sudah membudaya dikalangan anak-anak sekolah yang beranjak dewasa karena kejadian tersebut tidak sekali dua kali saya temui disatu sekolah saja, akan tetapi dibeberapa sekolah sering saya melihat kejadian tersebut.

Menurut saya, inilah budaya perayaan ulang tahun yang berlebihan. Tidak ada manfaat yang bisa diambil. Keluar dari konteks tujuan ulang tahun.

Setiap ulang tahun, -saya sendiri- tidak diajarkan oleh orang tua untuk merayakan nya. Setiap ulang tahun, tidak ada ritual-ritual khusus yang orang tua ataupun saya lakukan. Tidak ada kado, tidak ada ucapan selamat, tidak ada tumpeng.  Bisa dikatakan berlalu begitu saja.

Karena perkembangan teknologi begitu cepat, yang memudahkan setiap orang berinteraksi dengan lainnya, hari ulang tahun di ingatkan oleh dunia maya. Dalam jejaring sosial misalnya, kita selalu di ingatkan ulang tahun teman kita. Dari situ,teman  yang peduli untuk mengucapkan selamat atau do’a bisa mengatakan nya lewat tulisan. Lewat jejaring sosial ini, setiap ulang tahun, sekarang saya sering di do’akan. Alhamdulillah, terima kasih untuk do’anya.

Saya sebenarnya kurang sepakat dengan ucapan selamat, karena bukan kah umur kita yang berkurang? Bagaimana jadinya kalau dengan mencapai umur tersebut yang kita lakukan hanya perbuatan yang sia-sia saja? Bukankah itu berarti mengandung makna selamat atas perbuatan sia-sia mu selama ini?.

Bolehlah kalau kita barengi dengan do’a. Misal mendo’akan supaya umurnya tambah berkah. Karena seyogyanya angka umur kita bukanlah patokan eksistensi kita didunia ini. Eksistensi kita diakui, bila kita hidup dengan keberkahan. Hidup yang berkah adalah hidup dimana selalu bertambahnya kebaikan bagi dirinya dan berimplikasi kepada orang lain . ‘ziyadatul Khoir ‘ala ghoir’ begitu ulama mendefinisikan berkah.

Sampai disini, saya di ingatkan dengan angka nominal umur saya dan eksisitensi hidup saya selama ini.  Angka nominal umur saya sekarang sudah mencapai kepala tiga, selama ini, apakah hidup saya berkah? Itulah pertanyaan yang menggelayuti saya, apalagi memasuki kepala tiga ini bertepatan dengan malam nisfu sya’ban, malam dimana ditutupnya buku amal kita, dan dibuka kembali lembaran baru buku amal kita.

Kepala tiga, orang-orang sering mengatakan telah  memasuki pada fase pertengahan hidup bila kita korelasikan dengan hidupnya nabi kita. Dalam dunia kerja pun seperti itu, Bila saya pensiun umur 60 tahun, berarti tersisa 30 tahunan lagi masa kerja saya. Itu hitung-hitungan matematika. Kalau hitung-hitungan Tuhan tiada seorang mahluk pun yang tahu. Untuk mengingatkan,  Imam Al-ghozali pernah mengungkapkan bahwa yang terdekat dalam kehidupan ini adalah kematian. 

Bertambahnya nominal angka umur kita, berarti menandakan berkurangnya umur hidup kita di dunia. Berarti juga kematian semakin dekat. Dari sinilah, setiap berulangnya tahun kita selaiknya berdo’a bahwa dengan sisa umur ini semakin bertambah berkah.

Kalau dipikir, Sulit juga untuk mencapai visi hidup berkah ini. Darimana saya harus mulai? Apa saja yang harus saya siapkan? Apa saja yang harus saya lakukan? Indikator pencapaiannya seperti apa? Dan banyak pertanyaan lainnya. Tapi kalau ingin ‘simpel’, tidak perlu  pusing-pusing, biarlah mengalir seperti air. Ah, filosofi air yang bagi saya kurang ‘sreg’ di hati. Syukur kalau air nya tidak menghanyutkan atau mengalir pada muara yang benar, kalau sebaliknya, bagaimana? Bisa- bisa kita telah mendzolimi kepercayaan tuhan kepada kita.

Saya jadi ingat kisah seorang pemuda yang ingin merubah dunia, namun dengan bertambahnya hari, sampai uban tumbuh, dan tubuhpun tidak bisa berdiri tegak, apa yang  ia cita-citakan tak kunjung kesampaian. Sampai berkali-kali ia harus menurunkan ‘grade’ cita-citanya, merubah negara, merubah propinsi, merubah kabupaten, merubah desa, merubah RW sampai merubah RT. Pemuda ini, tidak bisa merubah apa-apa, tidak bisa memberikan apa-apa. Sampai pada posisi dimana dia tidak bisa apa-apa lagi. Barulah dalam kontemplasi nya dia tersadar, bahwa sebenarnya kegagalan yang ia dapatkan karena dia dulu tidak mau merubah dirinya.

Kalau kita interpretasikan kisah pemuda diatas, bagaimana mungkin dia mampu merubah dunia, kalau sekolah saja tidak pernah, pendidikan dianggap sesuatu yang tidak penting, belajar juga tidak mau. 
Keinginan yang besar namun proses dia tinggalkan. Bermimpi namun tidak berbuat dalam realitas kehidupan.
Merubah diri , Disinilah mungkin saya harus mulai, Untuk terus merubah diri agar lebih baik (ibda’ binafsii). Tidak ada akhir dalam kesempurnaan diri. Tidak ada akhir dalam pencapaian prestasi. Tidak ada akhir dalam mengabdi dan berkarya. Selama jantung kita masih berdetak, darah kita masih mengalir, nafas kita masih keluar dari tenggorokan disitulah kita harus terus berusaha merubah diri menjadi lebih baik sehingga bertambah baiknya kita memberikan kebaikan kepada orang lain. Itulah HIDUP BERKAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar